Minggu, 22 Maret 2015

[004] An Nisa Ayat 026

««•»»
Surah An Nisaa' 26

يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
««•»»
yuriidu allaahu liyubayyina lakum wayahdiyakum sunana alladziina min qablikum wayatuuba 'alaykum waallaahu 'aliimun hakiimun
««•»»
Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
««•»»
Allah desires to explain [the laws] to you, and to guide you to the customs of those who were before you,[1] and to turn toward you clemently, and Allah is all-knowing, all-wise.
[1] That is, to the customs of the prophets of the past and their communities.
««•»»

Allah menerangkan kepada kaum Muslimin apa-apa yang belum jelas baginya dan memberinya petunjuk kepada jalan-jalan yang ditempuh oleh para Nabi dan salihin sebelumnya, yaitu hukum yang tersebut dalam ayat 19, 20 dan 21 di antaranya yang mengenai hubungan rumah tangga di antara suami-istri, seperti bergaul dengan istri dengan cara yang sebaik-baiknya dan mahar istri yang dicerai tidak boleh diambil kembali karena mahar itu sudah menjadi hak sepenuhnya. Jika mereka mengikuti petunjuk Allah itu, dengan melaksanakan perintah Nya dan berbuat amal kebajikan, niscaya amal itu dapat menghapus dosa-dosanya.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Allah hendak menerangkan padamu) syariat-syariat agamamu dan kepentingan-kepentingan dirimu (dan memimpin kepada sunah-sunah) atau jalan-jalan (orang-orang yang sebelum kamu) dari para nabi dalam soal menghalalkan dan mengharamkan, sehingga kamu dapat mengikuti mereka (serta menerima tobatmu) dan membawa kamu kembali dari perbuatan maksiatmu selama ini kepada menaati-Nya. (Dan Allah Maha Mengetahui) keadaanmu (lagi Maha Bijaksana) mengenai rencana dan peraturan-peraturan-Nya terhadapmu.
««•»»
God desires to make clear to you, the laws of your religion and what is in your best interests, and to guide you in the ways, the paths, of those, prophets, before you, in the way of what is lawful and what is unlawful, so that you might follow them, and to turn [in forgiveness] towards you, bringing you back from the disobedience which you practised, to obedience to Him; God is Knowing, of you, Wise, in what He has ordained for you.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 25]•[AYAT 27]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
26of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=26&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:26

[004] An Nisa Ayat 025

««•»»
Surah An Nisaa' 25

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
««•»»
waman lam yastathi' minkum thawlan an yankiha almuhsanaati almu/minaati famin maa malakat aymaanukum min fatayaatikumu almu/minaati waallaahu a'lamu bi-iimaanikum ba'dhukum min ba'dhin fainkihuuhunna bi-idzni ahlihinna waaatuuhunna ujuurahunna bialma'ruufi muhsanaatin ghayra masaafihaatin walaa muttakhidzaati akhdaanin fa-idzaa uhsinna fa-in atayna bifaahisyatin fa'alayhinna nishfu maa 'alaa almuhsanaati mina al'adzaabi dzaalika liman khasyiya al'anata minkum wa-an tashbiruu khayrun lakum waallaahu ghafuurun rahiimun
««•»»
Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain {285}, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita- wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
{285} Maksudnya: orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan hawa dan sama-sama beriman.

««•»»
As for those of you who cannot afford to marry faithful free women, then [let them marry] from what you own, from among your faithful slave-women. Your faith is best known [only] to Allah; you are all [on a] similar [footing]. So marry them with their masters’ permission, and give them their dowries in an honourable manner —[such of them] as are chaste women, not licentious ones or those who take paramours. But on marrying, should they commit an indecent act, then there shall be for them [only] half the punishment for free women. This is for those of you who fear falling into fornication; but it is better that you be continent,1 and Allah is all-forgiving, all-merciful.
««•»»

Menikahi seorang wanita yang merdeka itu, membawa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak suami, seperti memberi nafkah dan sebagainya. Maka jika seorang yang tidak mempunyai perbelanjaan yang cukup untuk menikahi seorang perempuan merdeka yang suci lagi beriman, maka dia diperbolehkan menikahi hamba sahaya-yang beriman.

Kemampuan untuk memberikan perbelanjaan itu berbeda-beda menurut keadaan orangnya. Kadang-kadang seorang laki-laki itu mampu untuk menikahi seorang perempuan merdeka dan ia memiliki harta yang cukup untuk membayar maharnya, tetapi karena ada cacat pada dirinya atau tabiatnya, maka perempuan merdeka itu mau nikah dengan dia atau kadang-kadang ia tidak mampu untuk membayar maharnya, karena menikahi perempuan merdeka lebih berat persyaratannya dari pada menikahi seorang hamba sahaya.

Oleh sebab itu ia dibolehkan menikahi hamba sahaya yang beriman yang bukan miliknya dengan persetujuan tuannya. Dan bila terjadi perkawinan itu, janganlah sekali-kali ia memandang rendah kepada kedudukan hamba sahaya yang telah dijadikan istrinya itu. Ia harus memandang dari segi keimanannya yang bersemayam di dalam hatinya.

Orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa kepada Nya. Dan maskawin itu harus diberikan menurut yang wajar dengan persetujuan tuannya. Budak yang dinikahi itu haruslah seorang wanita yang terpelihara dirinya, bukan pezina dan bukan perempuan yang disediakan untuk dijadikan sumber pencaharian harta dengan jalan berzina.

Apabila seorang hamba sahaya mengerjakan zina, maka kepadanya harus dilaksanakan hukuman dera separo dari hukuman dera bagi perempuan yang merdeka yang berzina yang sedang atau pernah bersuami, yaitu 50 kali dera. Sebabnya ialah karena hamba sahaya itu lebih rendah martabatnya dari pada seorang perempuan yang merdeka, maka kepadanya diberikan keringanan.

Tetapi bila seorang dapat menahan diri dan mengekang nafsunya dari perbuatan zina, sehingga tak perlu menikahi seorang hamba sahaya, itulah yang lebih baik baginya. Menikahi seorang hamba sahaya itu walaupun diperbolehkan dengan syarat-syarat yang tersebut di atas, tetapi ada segi tidak baiknya. Di antaranya jika dari perkawinan itu diperoleh anak, maka anaknya itu termasuk kategori hamba sahaya yang dikuasai oleh tuannya.

Orang-orang yang menikahi hamba sahaya yang mukmin dan memperlakukan dengan baik serta sabar menahan cemoohan dan ejekan, kalau dia khilaf dan tersalah selama dia melayarkan bahtera rumah tangganya, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan siapa yang tidak cukup biayanya untuk mengawini wanita-wanita merdeka) bukan budak (lagi beriman) ini yang berlaku menurut kebiasaan sehingga mafhumnya tidak berlaku (maka hamba sahaya yang kamu miliki) yang akan dikawininya (yakni dari golongan wanita-wanita kamu yang beriman. Dan Allah lebih mengetahui keimananmu) maka cukuplah kamu lihat lahirnya saja sedangkan batinnya serahkanlah kepada-Nya karena Dia mengetahui seluk-beluknya.

Dan berapa banyaknya hamba sahaya yang lebih tinggi mutu keimanannya daripada wanita merdeka; ini merupakan bujukan agar bersedia kawin dengan hamba sahaya (sebagian kamu berasal dari sebagian yang lain) maksudnya kamu dan mereka itu sama-sama beragama Islam maka janganlah merasa keberatan untuk mengawini mereka (karena itu kawinilah mereka dengan seizin majikannya) artinya tuan dan pemiliknya (dan berikanlah kepada mereka upah) maksudnya mahar atau maskawin mereka (secara baik-baik) tanpa melalaikan atau menguranginya (sedangkan mereka pun hendaknya memelihara diri) menjadi hal (bukan melacurkan diri) atau berzina secara terang-terangan (serta tidak pula mengambil gundik) selir untuk berbuat zina secara sembunyi-sembunyi.

(Maka jika mereka telah menjaga diri) artinya dikawinkan; dalam suatu qiraat dibaca ahshanna artinya telah kawin (lalu mereka melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina (maka atas mereka separuh dari yang berlaku atas wanita-wanita merdeka) yakni yang masih perawan jika mereka berzina (berupa hukuman) atau hudud yaitu dengan didera 50 kali dan diasingkan setengah tahun.

Dan kepada mereka ini dikiaskan hukuman bagi budak lelaki. Dan kawinnya hamba sahaya itu tidaklah dijadikan syarat untuk wajibnya hukuman, tetapi hanyalah untuk menunjukkan pada dasarnya mereka itu tidak menerima hukum rajam. (Demikian itu) maksudnya diperbolehkannya mengawini hamba sahaya sewaktu tak ada biaya itu (ialah bagi orang yang takut akan berzina) `anat artinya yang asli ialah masyaqqat atau kesulitan.

Dinamakan zina demikian ialah karena dialah yang menyebabkan seseorang menerima hukuman berat di dunia dan siksa pedih di akhirat (di antara kamu). Ini berarti berbeda bagi orang yang tidak merasa khawatir dirinya akan jatuh dalam perzinaan, maka tidak halal baginya mengawini hamba sahaya itu. Demikian pula orang yang punya biaya untuk mengawini wanita-wanita merdeka. Pendapat ini juga dianut oleh Syafii. Hanya dalam firman Allah, "...di antara wanita-wanitamu yang beriman," menurut Syafii tidak termasuk wanita-wanita kafir sehingga tidak boleh kawin walau ia dalam keadaan tidak mampu dan takut dirinya akan jatuh dalam perbuatan maksiat.

(Dan jika kamu bersabar) artinya tidak mengawini hamba sahaya (itu lebih baik bagi kamu) agar kamu tidak mempunyai anak yang berstatus budak atau hamba sahaya. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) dengan memberikan kelapangan dalam masalah itu.
««•»»
And whoever has not the means wherewith, [whoever] is not wealthy enough, to be able to marry believing (al-mu’mināt, ‘believing’, is in accordance with the prevalent practice, and does not add to the import), free, women in wedlock, let him take, in marriage, believing maids whom your right hands own. God knows very well your faith, so suffice yourself with its outward manifestation and leave the innermost matters to Him, for He is the One to know her [true] merit: many a slavegirl may be more excellent [in faith] than a free woman, and this is meant to encourage marriage with slavegirls; the one of you is as the other, being equal in religion, so do not disdain to marry with them. So marry them, with the permission of their folk, their guardians, and give them their wages, their dowries, honourably, without procrastination or diminution, as women in wedlock (muhsanāt, a circumstantial qualifier), in decency, not illicitly, openly fornicating, or taking lovers, companions fornicating in secret. But when they are given in wedlock, [when] they are married off (a variant reading [for the passive uhsinna, ‘they are given in wedlock’] has the active ahsanna, ‘they enter into wedlock’), if they commit lewdness, such as adultery, they shall be liable to half the chastisement, the legal punishment, of married, free, virgin, women, who commit adultery, and are thus given fifty lashes and banished for half a year; [male] slaves by analogy are liable to the same punishment. Here, God has not made wedlock the precondition for the prescribed punishment to show that stoning does not apply in their case [sc. slavegirls]. That, marrying of slavegirls on account of insufficient means, is for those of you who fear the distress of sin, fornication (al-‘anat originally means distress, but is used to mean zinā, ‘fornication’, because of the distress that it causes in the way of the punishment in this world and in the Hereafter), as opposed to those of you who might not have such a fear [of distress] with regard to their free women and for whom it is unlawful to marry her [the slavegirl]; likewise for one who has sufficient means to marry a free woman [it is unlawful for him to marry a slavegirl instead]: this is the opinion of al-Shāfi‘ī. Moreover, God’s words ‘believing maids’ precludes unbelieving women, whom it is unlawful to marry, even if one should find no believing women and fear [the distress of fornication]; yet it is better for you to be patient, and abstain from marrying slavegirls, lest the child should become enslaved also. God is Forgiving, Merciful, by allowing room for manoeuvre in these matters.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 24]•[AYAT 26]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
25of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=25&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:25

[004] An Nisa Ayat 024

««•»»
Surah An Nisaa' 24

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
««•»»
waalmuhsanaatu mina alnnisaa-i illaa maa malakat aymaanukum kitaaba allaahi 'alaykum wauhilla lakum maa waraa-a dzaalikum an tabtaghuu bi-amwaalikum muhsiniina ghayra musaafihiina famaa istamta'tum bihi minhunna faaatuuhunna ujuurahunna fariidhatan walaa junaaha 'alaykum fiimaa taraadaytum bihi min ba'di alfariidhati inna allaaha kaana 'aliiman hakiimaan
««•»»
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki {282} (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian {283} (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu {284}. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
{282} Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.{283} Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa` ayat 23 dan 24.{284} Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.
««•»»
and married women excepting your slave-women. This is Allah’s ordinance for you. As to others than these, it is lawful for you to seek [union with them] with your wealth, in wedlock, not in license. For the enjoyment you have had from them thereby, give them their dowries, by way of settlement, and there is no sin upon you in what you may agree upon after the settlement. Indeed Allah is all-knowing, all-wise.
««•»»

Kata "Al Muhsanat" di dalam Alquran mempunyai empat pengertian yaitu:
  1. Wanita yang bersuami, itulah yang dimaksud dalam ayat ini.
  2. Wanita yang merdeka, seperti yang tercantum dalam firman Allah: ومن لم يستطع منكم طولا أن ينكح المحصنات المؤمنات فمن ما ملكت أيمانكم من فتياتكم المؤمنات Artinya: "Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk menikahi perempuan merdeka, lagi beriman ia boleh menikahi perempuan yang beriman dari hamba-hamba sahaya yang kamu miliki" (Q.S. An Nisa': 25)
  3. Perempuan yang terpelihara akhlaknya, seperti dalam firman Allah: محصنات غير مسافحات Artinya: "wanita-wanita yang memelihara diri bukan pezina" (Q.S. An Nisa': 25)
  4. Wanita-wanita yang Islam seperti dalam firman Allah: فإذا احصن artinya: "dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin" (Q.S. An Nisa': 25)
Sebab turunnya ayat ini, ialah sebagai yang diriwayatkan dari Abi Sa'id Al Khudri beliau berkata: "Kami memperoleh tawanan-tawanan perang ketika perang autas sedang tawanan-tawanan perang itu mempunyai suami. Kami segan untuk mencampurinya, lalu kami bertanya kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat ini". (Menurut Mujahid ayat ini diturunkan berhubungan dengan nikah mut'ah)

Dengan demikian dibolehkan seorang . muslim mencampuri seorang perempuan tawanan perang yang sudah menjadi budaknya, walaupun ia masih bersuami karena hubungan perkawinannya dengan suaminya yang dahulu sudah putus, sebab dia ditawan tanpa suaminya dan Suaminya di daerah musuh, dengan syarat perempuan itu sudah haid satu kali untuk membuktikan kekosongan rahimnya.

Oleh beberapa ulama disyaratkan bahwa suaminya tidak ikut tertawan bersama dia Jika ditawan bersama-sama perempuan itu, maka tidak boleh dinikahi oleh orang lain.

Allah menghalalkan bagi kaum Muslimin, selain yang diharamkan itu, yaitu mencari istri-istri dengan harta mereka, untuk dinikahi dengan maksud menyusun rumah tangga yang bahagia, memelihara keturunan yang baru dan bukan untuk berzina. Maka kepada istri-istri yang telah kamu campuri itu, berikanlah kepada mereka maharnya yang sempurna sebagai suatu kewajiban dengan niat menjaga kehormatan dan sekali-kali tidak berniat untuk membuat perzinaan. Maskawin yang diberikan itu bukanlah semata-mata imbalan dan laki-laki atau kerelaan wanita untuk menjadi istrinya, tetapi juga sebagai tanda cinta dan keikhlasan.

Oleh karena itu dalam ayat lain (An Nisa': 4) Allah menyebutkan mahar itu sebagai Suatu pemberian. Dan bila terjadi perbedaan antara jumlah mahar yang dijanjikan dengan yang diberikan, maka tidak mengapa bila pihak istri merelakan sebagian mahar itu. Allah mengetahui apa yang terkandung dalam hati masing-masing tentang niatnya yang baik itu. Maka berikanlah mahar mereka yang telah disepakati itu dengan sukarela Mahar itu wajib dibayar setelah akad nikah atau setelah bercampur, bahkan menurut mazhab Hanafi wajib dibayar asal mereka berdua telah berkhalwat (mengasingkan diri dalam sebuah tempat yang tertutup).

Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk menetapkan hukum "nikah mut'ah" yaitu menikahi seorang perempuan dengan batas waktu yang tertentu seperti sehari. seminggu, sebulan atau lebih yang tujuannya untuk bersenang-senang. Pada permulaan Islam diperbolehkan atau diberi kelonggaran oleh Nabi saw melakukannya. Beliau mula-mula memberi kelonggaran kepada sahabat-sahabatnya yang pergi berperang di jalan Allah untuk kawin dengan batas waktu yang tertentu, karena dikhawatirkan mereka jatuh ke dalam perzinaan, sebab telah berpisah sekian lama dengan keluarganya.

Kelonggaran itu termasuk:
ارتكاب أخف الضررين
"Memilih yang paling ringan di antara dua kemudaratan"
Kemudian "nikah mut'ah" itu diharamkan. berdasarkan hadis-hadis yang sahih yang menjelaskan haramnya nikah mut'ah itu sampai hari kiamat.

Khalifah Umar pun pernah menyinggung soal haramnya mut'ah itu pada suatu pidato beliau di atas mimbar, dan tidak ada seorang sahabatpun yang membantahnya.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan) diharamkan bagimu (wanita-wanita yang bersuami) untuk dikawini sebelum bercerai dengan suami-suami mereka itu, baik mereka merdeka atau budak dan beragama Islam (kecuali wanita-wanita yang kamu miliki) yakni hamba-hamba sahaya yang tertawan, maka mereka boleh kamu campuri walaupun mereka punya suami di negeri perang, yakni setelah istibra' atau membersihkan rahimnya (sebagai ketetapan dari Allah) kitaaba manshub sebagai mashdar dari kata dzaalika; artinya telah ditetapkan sebagai suatu ketetapan dari Allah (atas kamu, dan dihalalkan) ada yang membaca uhilla bentuk pasif ada pula ahalla bentuk aktif (bagi kamu selain yang demikian itu) artinya selain dari wanita-wanita yang telah diharamkan tadi (bahwa kamu mencari) istri (dengan hartamu) baik dengan maskawin atau lainnya (untuk dikawini bukan untuk dizinahi) (maka istri-istri) dengan arti faman (yang telah kamu nikmati) artinya campuri (di antara mereka) dengan jalan menyetubuhi mereka (maka berikanlah kepada mereka upah mereka) maksudnya maskawin mereka yang telah kamu tetapkan itu (sebagai suatu kewajiban.

Dan kamu tidaklah berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan) dengan mereka (setelah ditetapkan itu) baik dengan menurunkan, menambah atau merelakannya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan ciptaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam mengatur kepentingan mereka.
««•»»
And, forbidden to you are, wedded women, those with spouses, that you should marry them before they have left their spouses, be they Muslim free women or not; save what your right hands own, of captured [slave] girls, whom you may have sexual intercourse with, even if they should have spouses among the enemy camp, but only after they have been absolved of the possibility of pregnancy [after the completion of one menstrual cycle]; this is what God has prescribed for you (kitāba is in the accusative because it is the verbal noun). Lawful for you (read passive wa-uhilla, or active wa-ahalla), beyond all that, that is, except what He has forbidden you of women, is that you seek, women, using your wealth, by way of a dowry or a price, in wedlock and not, fornicating, in illicitly. Such wives as you enjoy thereby, and have had sexual intercourse with, give them their wages, the dowries that you have assigned them, as an obligation; you are not at fault in agreeing together, you and they, after the obligation, is waived, decreased or increased. God is ever Knowing, of His creatures, Wise, in what He has ordained for them.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
kilk ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Muslim, Abu Daud, Tirmizi meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, katanya, "Kami beroleh wanita-wanita tawanan dari Bani Authas yang masih mempunyai suami. Mereka tidak bersedia kami campuri disebabkan masih bersuami itu. Lalu kami tanyakan hal itu kepada Nabi saw., maka turunlah ayat, 'Dan diharamkan mengawini wanita-wanita yang bersuami kecuali hamba sahaya yang menjadi milikmu.'
(QS. An-Nisa [4]:24)

Maksudnya kecuali yang diberikan Allah kepadamu sebagai orang-orang tawanan, maka dengan ayat itu halallah bagi kami kehormatan mereka." Thabrani dari Ibnu Abbas mengetengahkan, katanya, "Ayat itu turun di waktu perang Hunain tatkala kaum muslimin diberi kemenangan oleh Allah di perang Hunain, mereka mendapatkan beberapa orang wanita dari kalangan Ahli Kitab yang masih mempunyai suami. Jika salah seorang di antara mereka hendak dicampuri maka jawabnya, 'Saya ini bersuami', maka turunlah ayat, 'Dan diharamkan pula kamu mengawini wanita-wanita yang bersuami...' sampai akhir ayat."
(QS. An-Nisa [4]:24)

Ibnu Jarir mengetengahkan dari Muammar bin Sulaiman, dari bapaknya, katanya, "Seorang laki-laki dari Hadramaut mengajukan soal, 'Bagaimana bila suami-suami telah menetapkan maskawin lalu siapa tahu mereka ditimpa oleh kesulitan', maka turunlah ayat, 'Dan kamu tidak berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan, setelah mahar ditetapkan itu.'"
(QS. An-Nisa [4]:24)
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 23]•[AYAT 25]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
24of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=24&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#4:24

[004] An Nisa Ayat 023

««•»»
Surah An Nisaa' 23

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
««•»»
hurrimat 'alaykum ummahaatukum wabanaatukum wa-akhawaatukum wa'ammaatukum wakhaalaatukum wabanaatu al-akhi wabanaatu al-ukhti waummahaatukumu allaatii ardha'nakum wa-akhawaatukum mina alrradaa'ati waummahaatu nisaa-ikum warabaa-ibukumu allaatii fii hujuurikum min nisaa-ikumu allaatii dakhaltum bihinna fa-in lam takuunuu dakhaltum bihinna falaa junaaha 'alaykum wahalaa-ilu abnaa-ikumu alladziina min ashlaabikum wa-an tajma'uu bayna al-ukhtayni illaa maa qad salafa inna allaaha kaana ghafuuran rahiimaan
««•»»
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan {281}; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
{281}Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
««•»»
Forbidden to you are your mothers, your daughters and your sisters, your paternal aunts and your maternal aunts, your brother’s daughters and your sister’s daughters, your [foster-]mothers who have suckled you[1] and your sisters through fosterage, your wives’ mothers, and your stepdaughters who are under your care [born] of the wives whom you have gone into —but if you have not gone into them there is no sin upon you— and the wives of your sons who are from your own loins, and that you should marry two sisters at one time
excluding what is already past; indeed Allah is all-forgiving, all-merciful
[1] That is, foster-mothers.
««•»»

Kemudian Allah memberikan rincian lagi perempuan lain yang juga haram dinikahi yang terdiri dari:
  1. Dari segi nasab (keturunan): a. Ibu, termasuk nenek dan seterusnya ke atas, b Anak, termasuk cucu dan seterusnya ke bawah, c. Saudara perempuan, baik sekandung, sebapak atau seibu saja, d. Saudara perempuan dari bapak maupun dari ibu, e. Kemenakan perempuan baik dari saudara laki-laki atau dari saudara perempuan.
  2. Dari segi penyusuan a. Ibu yang menyusui (ibu susuan). b. Saudara-saudara wanita sesusuan, c. Dan selanjutnya wanita-wanita yang haram dikawini karena senasab haram pula di kawini karena susuan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. يحرم من الرضاع كما يحرم من النسب Diharamkan karena susuan apa yang diharamkan karena nasab. (Tafsir Al-Maragi jilid 4 hal. 218)
Dapat ditambahkan di sini masalah berapa kali menyusu yang dapat mengharamkan perkawinan itu ada beberapa pendapat:
  1. Ali bin Abi Talib, Ibnu Abbas, Hasab, Az Zuhri, Qatadah. Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa tidak ada ukuran yang tertentu untuk mengharamkan pernikahan. Banyak atau sedikit asal sudah diketahui dengan jelas anak itu menyusu, maka sudah cukup menjadikan ia, anak susuan. Pendapat ini mereka ambil berdasarkan zahir ayat, di mana ayat tidak menyebutkan tentang batasan susuan
  2. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad berpendapat bahwa batasan penyusuan tersebut adalah minimal tiga kali menyusu barulah menjadi anak susuan. ini didasarkan pada suara riwayat yang artinya: "Sekali atau dua kali menyusu tidaklah mengharamkan".
  3. Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Zubair. Syafii dan Hambali berpendapat bahwa ukurannya adalah paling sedikit lima kali menyusu. Demikian juga tentang berapakah batas umur si anak yang menyusu itu.
Dalam hal ini para ulama mempunyai pendapat:
  1. Umur Si anak tidak boleh lebih dari dua tahun. Pendapat ini diambil berdasarkan firman Allah SWT: والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan" 51) Juga sabda Rasulullah saw yang artinya. "Tidak dianggap sepersusuan kecuali pada umur dua tahun" 52) Pendapat ini dipegang oleh Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Syafii, Ahmad, Abu Tasawuf dan Muhammad.
  2. Batasan umur adalah sebelum datang masa menyapih (berhenti menyusu). Jika Si anak sudah disapih walau belum cukup umurnya dua tahun tidak lagi dianggap anak susuan. Sebaliknya walau umurnya telah lebih dari dua tahun tapi belum disapih maka jika ia disusukan tetaplah berlaku hukum sepersusuan. Pendapat ini dipegang oleh Az Zuhri, Hasan, Qatadah dan salah satu dari riwayat Ibnu 'Abbas.
  3. Dari segi perkawinan: a. Ibu dari istri (mertua) dan seterusnya ke atas. b. Anak dan istri (anak tiri) yang ibunya telah dicampuri, dan Seterusnya ke bawah. c. Istri anak (menantu) dan seterusnya ke bawah seperti istri cucu. Perlu dicatat dalam mengharamkan menikahi anak tiri, Allah menyebutkan "yang ada dalam pemeliharaanmu" bukanlah berarti bahwa Yang di luar pemeliharaannya boleh dinikahi. Hal ini disebut hanyalah karena menurut kebiasaan saja yaitu wanita yang kawin lagi sedang ia mempunyai anak yang masih dalam pemeliharannya biasanya suami yang baru itulah yang bertanggung jawab terhadap anak itu dan memeliharanya. Kemudian Allah menambahkan apabila Si ibu belum dicampuri lalu diceraikan maka diperbolehkan menikahi anak tiri tersebut.
  4. Diharamkan juga menikahi perempuan karena adanya Suatu sebab dengan pengertian apabila hilang sebab tersebut maka hilang pula keharamannya. Yaitu seperti menghimpun (mempermadukan) dua orang bersaudara. Demikian pula mempermadukan seseorang dengan bibinya.
Yang terakhir ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.

Berdasarkan kepada ayat dan hadis ini, Ulama Fikih membuat satu kaidah yaitu, haram mengumpulkan (mempermadukan) antara dua orang perempuan yang mempunyai hubungan kerabat (senasab dan sesusuan), andaikata salah seorang di antaranya laki-laki, maka haram pernikahan antara keduanya, seperti mengumpulkan antara seorang perempuan dengan cucunya.

Dengan demikian boleh mengumpulkan (mempermadukan) antara seorang perempuan dengan anak tiri perempuan itu, karena hubungan antara keduannya, bukan hubungan kerabat atau sesusuan, tetapi hubungan musaharah saja, Hukum ini berlaku sejak diturunkannya ayat. ini dan apa-apa yang telah I diperbuat sebelum turunnya ketentuan ini dapat dimaafkan. Kemudian, Allah menutup ketentuan yang diberikannya ini dengan menerangkan sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi ampun.

Ia memberikan ampunan atas perbuatan yang salah yang pernah dikerjakan hamba Nya pada masa-masa dahulu sebelum datangnya syariat Islam, dan juga memberi ampun kepada hamba Nya yang segera bertobat apabila berbuat sesuatu tindakan yang salah.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Diharamkan atas kamu ibu-ibumu) maksudnya mengawini mereka dan ini mencakup pula nenek, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (dan anak-anak perempuanmu) termasuk cucu-cucumu yang perempuan terus ke bawah (saudara-saudaramu yang perempuan) baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu (saudara-saudara bapakmu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara kakekmu (saudara-saudara ibumu yang perempuan) termasuk pula saudara-saudara nenekmu (anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudaramu yang perempuan) maksudnya keponakan-keponakanmu dan tercakup pula di dalamnya anak-anak mereka (ibu-ibumu yang menyusui kamu) maksudnya ibu-ibu susuan, yakni sebelum usiamu mencapai dua tahun dan sekurang-kurangnya lima kali susuan sebagaimana dijelaskan oleh hadis (saudara-saudara perempuanmu sesusuan).

Kemudian dalam sunah ditambahkan anak-anak perempuan daripadanya, yaitu wanita-wanita yang disusukan oleh wanita-wanita yang telah dicampurinya, berikut saudara-saudara perempuan dari bapak dan dari ibu, serta anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak-anak perempuan dari saudara perempuannya, berdasarkan sebuah hadis yang berbunyi, "Haram disebabkan penyusuan apa yang haram oleh sebab pertalian darah."
Riwayat Bukhari dan Muslim.

(ibu-ibu istrimu, mertua, dan anak-anak tirimu) jamak rabiibah yaitu anak perempuan istri dari suaminya yang lain (yang berada dalam asuhanmu) mereka berada dalam pemeliharaan kalian;

Kalimat ini berkedudukan sebagai kata sifat dari lafal rabaaib (dan istri-istrimu yang telah kamu campuri) telah kalian setubuhi (tetapi jika kamu belum lagi mencampuri mereka, maka tidaklah berdosa kamu) mengawini anak-anak perempuan mereka, jika kamu telah menceraikan mereka (dan diharamkan istri-istri anak kandungmu) yakni yang berasal dari sulbimu;
berbeda halnya dengan anak angkatmu, maka kamu boleh kawin dengan janda-janda mereka (dan bahwa kamu himpun dua orang perempuan yang bersaudara) baik saudara dari pertalian darah maupun sepersusuan;
dan menghimpun seorang perempuan dengan saudara perempuan bapaknya atau saudara perempuan ibunya tetapi diperbolehkan secara "tukar lapik" atau "turun ranjang" atau memiliki kedua mereka sekaligus asal yang dicampuri itu hanya salah seorang di antara mereka (kecuali) atau selain (yang telah terjadi di masa lalu) yakni di masa jahiliah sebagian dari apa yang disebutkan itu, maka kamu tidaklah berdosa karenanya.
(Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
««•»»
Forbidden to you are your mothers, in marriage, and this includes the paternal and maternal grandmothers; and daughters, including their children, if they should lower themselves [to such standards]; your sisters, from your fathers and mothers; your paternal aunts, that is, the sisters of your fathers and grandfathers; and maternal aunts, that is, the sisters of your mothers and grandmothers; your brother’s daughters, your sister’s daughters, including the children of these daughters; your foster mothers who have given you milk, five times within the first two years, as pointed out in a hadīth; your foster sisters, and, according to the Sunna, the daughters of these; and these foster-sisters include those suckled by a woman with whom the man has had intercourse, those suckled by the man’s paternal aunts, or maternal aunts, or those suckled by his brother’s daughters, or his sister’s daughters, on account of the [Prophet’s] hadīth that, ‘What kinship makes unlawful suckling also makes unlawful’, as reported by al-Bukhārī and Muslim; your mothers-in-law, your step-daughters (rabā’ib, plural of rabība, the daughter of one’s wife from another husband), who are, being brought up, in your care (allātī fī hujūrikum is an adjectival qualifier, reiterating the obvious, without any additional import); being born of your wives you have been in to, in sexual intercourse — but if you have not yet been in to them you are not at fault, if you leave them, to then marry their daughters — and the spouses of your sons who are of your loins, as opposed to those whom you have adopted, whose spouses, in contrast, you may marry; and that you should take to you, in marriage, two sisters together, [sisters] by kinship or by suckling: the Sunna adds that you may not marry her together with her paternal or maternal aunt; it is permissible to marry each of these separately or to own them [as handmaidens] together, but only have sexual intercourse with one of them; unless it be a thing of the past, from pre-Islamic times, when you may have married in one of the ways mentioned: you are not at fault. God is ever Forgiving, of what you have done in the past, prior to this prohibition, Merciful, to you in this matter.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
klik ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij mengetengahkan, katanya, "Saya tanyakan kepada Atha' mengenai, '...dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu.'
(Q.S. An-Nisa 23)

Jawabnya, 'Menurut pembicara kami ia diturunkan mengenai Nabi Muhammad saw. yakni ketika beliau mengawini janda dari Zaid bin Haritsah. Orang-orang musyrik mengecamnya,'

maka turunlah ayat,
'Dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu.'
(Q.S. An-Nisa 23)

dan turun pula ayat,
'Dan tidaklah Allah menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak kandungmu sendiri.'
(Q.S. Al-Ahzab 4)

Demikian pula ayat,
'Bukanlah Muhammad itu bapak dari salah seorang laki-laki kamu, tetapi...' sampai akhir ayat."
(Al-Ahzab 40).
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 22]•[AYAT 24]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
23of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=23&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2  
http://al-quran.info/#4:23

[004] An Nisa Ayat 022

««•»»
Surah An Nisaa' 22

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
««•»»
walaa tankihuu maa nakaha aabaaukum mina alnnisaa-i illaa maa qad salafa innahu kaana faahisyatan wamaqtan wasaa-a sabiilaan
««•»»
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
««•»»
Do not marry any of the women whom your fathers had married, excluding what is already past. That is indeed an indecency, an outrage and an evil course.
««•»»

Adapun sebab turun ayat ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Sa'ad dari Muhammad bin Ka'ab pada masa dulunya apabila seorang meninggal dunia maka anak berhak menguasai istri (janda) bapaknya. Jika ia mau, maka ia dapat mengawininya asalkan bukan ibunya. Demikianlah tatkala Abu Qais bin Aslat wafat, maka anaknya Mihsan mewarisi istri bapaknya dan tidak diberinya nafkah atau harta warisan, maka bekas istri bapaknya itu mengadukan halnya kepada Rasulullah saw.
Rasulullah saw menjawab:
"Pulanglah dahulu mudah-mudahan Allah akan menetapkan hukumnya",
maka turunlah ayat ini.
Di dalam ayat ini, Allah mengharamkan menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh bapak kecuali terhadap perbuatan yang telah lalu sebelum turunnya ayat ini, maka hal itu dimaafkan oleh Allah SWT. Allah melarang perbuatan tersebut karena sangat keji bertentangan dengan akal yang sehat, sangat buruk karena dimurkai Allah dan sejahat-jalan jalan menurut adat istiadat manusia yang tinggi peradabannya.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan janganlah kamu kawini apa) maksudnya siapa (Di antara wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali) artinya selain dari (yang telah berlalu) dari perbuatanmu itu, maka dimaafkan. (Sesungguhnya hal itu) maksudnya mengawini mereka itu (adalah perbuatan keji) atau busuk (suatu kutukan) maksudnya sesuatu yang menyebabkan timbulnya kutukan dari Allah, yang berarti kemurkaan-Nya yang amat sangat (dan sejahat-jahat) seburuk-buruk (jalan) yang ditempuh.
««•»»
And do not marry women whom (mā means man) your fathers married, unless it be a thing of the past, which is forgiven you; surely that, marrying them, is obscene, vile, and abominable (maqtan, means it results in maqt, ‘severe hate’, from God), an evil way, [an evil] path is this.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
klik ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Ibnu Abu Hatim, Faryabi dan Thabrani mengetengahkan dari Adi bin Tsabit dari seorang laki-laki Ansar, katanya, "Abu Qais bin Aslat wafat, dan ia termasuk di antara orang-orang Ansar yang saleh. Lalu putranya yang bernama Qais meminang istrinya, jawabnya, 'Bagi saya kamu ini hanyalah anak, dan kamu termasuk orang-orang yang saleh pada kaummu!' Lalu wanita itu datang mendapatkan Nabi saw. dan menyampaikan berita itu.
Maka jawab Nabi saw.,
'Kembalilah ke rumahmu,'
kemudian turunlah ayat,
'Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu kecuali yang telah berlalu.'"
(Q.S. An-Nisa 22)
Ibnu Saad dari Muhammad bin Kaab Al-Qurazhi mengetengahkan, katanya, "Biasanya jika seorang laki-laki mati dengan meninggalkan istri, maka anaknyalah yang lebih berhak mengawini istrinya yakni jika tidak merupakan ibu kandungnya, atau kalau tidak, dikawinkannya dengan laki-laki lain yang disukainya.
Maka ketika Abu Qais bin Aslat meninggal, bangkitlah putranya Muhshin dan bermaksud untuk mengawini ibu tirinya itu serta tidak memberinya harta warisan sedikit pun.
Janda itu datang menemui Nabi saw. maka beliau bersabda,
'Pulanglah! Semoga Allah menurunkan sesuatu mengenai dirimu!', maka turunlah ayat ini,
'Janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapakmu...'
(Q.S. An-Nisa 22)
dan turun pula,
'Tidak halal bagi kamu mewarisi wanita-wanita itu secara paksa....' sampai akhir ayat."
(Q.S. An-Nisa 19)
Diketengahkan pula dari Zuhri, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai beberapa orang dari golongan Ansar, yang mempunyai kebiasaan jika ada laki-laki yang meninggal di antara mereka, maka walinyalah yang lebih berhak memiliki istrinya yang akan menguasainya sampai matinya wanita itu."
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 21]•[AYAT 23]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
22of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=22&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2  
http://al-quran.info/#4:22