Jumat, 20 Februari 2015

[004] An Nisa Ayat 016

««•»»
Surah An Nisaa' 16

وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا
««•»»
waalladzaani ya/tiyaanihaa minkum faaadzuuhumaa fa-in taabaa wa-ashlahaa fa-a'ridhuu 'anhumaa inna allaaha kaana tawwaaban rahiimaan
««•»»
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
««•»»
Should two among you commit it,[1] chastise them both; but if they repent and reform, let them alone. Indeed Allah is all-clement, all-merciful.
[1] That is, fornication (or sodomy, according to some exegetes).
««•»»

Adapun terhadap yang belum pernah kawin baik laki-laki atau perempuan yang melakukan zina, maka dalam ayat ini Allah menerangkan apabila telah lengkap saksi sebagaimana disebut dalam ayat 15 di atas maka hukuman mereka diserahkan kepada umat Islam pada masa itu mana yang dianggap wajar/sesuai dengan perbuatannya. Hukuman ini merupakan sementara menjelang turunnya ayat dua Surat An Nur dengan perincian hadis Nabi sebagaimana tersebut tadi.

Hukuman ini dilakukan selama keduanya belum tobat dan menyesal atas perbuatan mereka. Apabila mereka bertobat hendaklah diterima dan dihentikan hukuman atas mereka. Allah menambahkan bahwa sesungguhnya Dia amat Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-Nya. Demikianlah hukuman terhadap perbuatan zina di permulaan Islam sebelum turunnya ayat-ayat mengenai hukuman zina (rajam atau dera).

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan mengenai dua orang) dengan nun yang memakai atau tanpa tasydid (yang melakukannya) maksudnya perbuatan keji, yaitu berzina atau homoseksual (di antara kamu) maksudnya kaum lelaki (maka berilah mereka hukuman) dengan mencela dan memukul mereka dengan terompah. (Kemudian jika mereka bertobat) daripadanya (dan memperbaiki perbuatan mereka) (maka tinggalkanlah mereka) dan jangan disakiti lagi. (Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) terhadap orang yang sadar (lagi Maha Penyayang) kepadanya.

Ayat ini telah dihapus/dimansukh hukumnya dengan ayat had, jika yang dimaksud karena berzina. Demikian pula menurut Syafii jika yang dimaksud karena homoseksual. Hanya menurutnya pula, orang yang "dikerjai" tidaklah dirajam walaupun telah beristri, hanya dipukul dan diasingkan.

Bahwa yang dimaksud itu homoseksual lebih kuat dengan alasan adanya dhamir tatsniah huma dan lain-lain. Menurut golongan yang pertama yang dimaksud dengan kedua mereka itu ialah pezina yang laki-laki dan yang perempuan.

Tetapi pendapat ini ditolak oleh golongan Syafii dengan penjelasan yang diberikan kemudian dengan hubungannya yang berkaitan dengan dhamir laki-laki dan berserikatnya kedua mereka dalam menerima hukuman, bertobat dan diisolir.

Dan ini khusus bagi pihak laki-laki, karena sebagaimana kita ketahui bagi pihak wanita ialah tahanan rumah.

««•»»
And when two of you (read wa’lladhāni or wa’lladhānni) men, commit it, that is, a lewd act, adultery or homosexual intercourse, punish them both, with insults and beatings with sandals; but if they repent, of this [lewd act], and make amends, through [good] action, then leave them be, and do not harm them. God ever turns [relenting], to those who repent, and is Merciful, to them. This [verse] is abrogated by the prescribed punishment if adultery is meant [by the lewd act], and similarly if homosexual intercourse is meant, according to al-Shāfi‘ī; but according to him, the person who is the object of the [penetrative] act is not stoned, even if he be married; rather, he is flogged and banished. Judging by the dual person pronoun, it seems more obvious that homosexual fornication is meant [by this verse], even though the former [sc. al-Shāfi‘ī] was of the opinion that it referred to an adulterer and an adulteress; but this [opinion of his] may be countered by the fact that [the reference to] the two [men] becomes clear on account of the particle min being attached to a masculine pronoun [minkum, ‘of you’], and by the fact that they suffer the same punishment, [both effect the action of] repentance and [are both granted] that they be left alone [thereafter], [all of] which applies specifically to men, given that for women detention is stipulated, as was stated before.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 15]•[AYAT 17]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
16of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=16&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:16

[004] An Nisa Ayat 015


««•»»
Surah An Nisaa' 15

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
««•»»
waallaatii ya/tiina alfaahisyata min nisaa-ikum faistasyhiduu 'alayhinna arba'atan minkum fa-in syahiduu fa-amsikuuhunna fii albuyuuti hattaa yatawaffaahunna almawtu aw yaj'ala allaahu lahunna sabiilaanwaalladzaani ya/tiyaanihaa minkum faaadzuuhumaa fa-in taabaa wa-ashlahaa fa-a'ridhuu 'anhumaa inna allaaha kaana tawwaaban rahiimaan
««•»»
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji {275}, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya {276}.
{275} Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
{276} Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur.
««•»»
Should any of your women commit an indecent act,[1] produce against them four witness from yourselves, and if they testify, detain them[2] in [their] houses until death finishes them, or Allah decrees a course for them.[3]
[1] That is, adultery.
[2] That is, the women against whom testimony has been given.
[3] Superseded by the punishment by stoning for adultery and by verse 24:2 which prescribes the punishment for fornication.
««•»»

Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan keji (zina). Allah menerangkan bahwa apabila terdapat di antara wanita Islam yang pernah bersuami (muhsanah) melakukan perbuatan keji, maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu oleh empat orang saksi laki-laki. yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat diterima maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya dengan tidak boleh ke luar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman tersebut berlaku terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhsan) dengan jalan qiyas (disamakan dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupakan suatu hukuman atas perbuatan mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji tersebut. atau sampai Allah memberikan jalan ke luar yang lain bagi mereka.

Menurut ahli tafsir jalan keluar yang diberikan Allah dan Rasul Nya yaitu dengan datangnya hukuman zina yang lebih jelas yakni dengan turunnya ayat dua dari surah An Nur yang kemudian diperinci lagi oleh Nabi dengan hadisnya yaitu apabila pezina itu sudah pernah kawin maka hukumannya rajam yakni dilempar dengan batu hingga mati dan apabila perawan/jejaka maka didera seratus kali, demikian menurut suatu riwayat.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan wanita-wanita yang melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina di antara wanita-wanitamu (maka persaksikanlah mereka itu kepada empat orang saksi di antaramu) maksudnya di antara laki-lakimu yang beragama Islam. (Maka jika mereka memberikan kesaksian) terhadap perbuatan mereka itu (maka tahanlah mereka itu) atau kurunglah (dalam rumah) dan laranglah mereka bergaul dengan manusia (sampai mereka diwafatkan oleh maut) maksudnya oleh malaikat maut (atau) hingga (Allah memberi bagi mereka jalan lain) yakni jalan untuk membebaskan mereka dari hukuman semacam itu.

Demikianlah hukuman mereka pada awal Islam lalu mereka diberi jalan lain yaitu digantinya dengan hukum dera sebanyak seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin dan dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin. Dalam hadis tersebut bahwa tatkala hukuman itu diumumkan, bersabdalah Nabi saw., "Terimalah daripadaku, contohlah kepadaku karena Allah telah memberikan bagi mereka jalan lepas!" Riwayat Muslim.

««•»»
As for those of your women who commit lewdness, adultery, call four, Muslim men, of you to witness against them; and if they witness, against them such [lewdness], then detain them in their houses, and prevent them from mixing with people, until, the angels of, death take them or, until, God appoints for them a way, out of it. This was stipulated for them at the very beginning of Islam, but then a way out was appointed for them through [the stipulation] that the virgin should receive a hundred lashes and be banished for a year, and the married woman be stoned. The prescribed punishment was explained thus in the hadīth, ‘Come listen to me! Come listen to me! God has now made a way out for them’, as reported by Muslim.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 14]•[AYAT 16]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
15of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=15&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:15

[004] An Nisa Ayat 014

««•»»
Surah An Nisaa' 14

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
««•»»
waman ya'shi allaaha warasuulahu wayata'adda huduudahu yudkhilhu naaran khaalidan fiihaa walahu 'adzaabun muhiinun
««•»»
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
««•»»
But whoever disobeys Allah and His Apostle, and transgresses the bounds set by Allah, He shall make him enter a Fire, to remain in it [forever], and there will be a humiliating punishment for him.
««•»»

Sebaiknya barang siapa yang durhaka dan tidak mematuhi apa yang telah diperintahkan Allah dan Rasul Nya maka Allah memberikan ancaman akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka yang penuh siksa dan derita. Mereka akan kekal di dalamnya dan tak ada kemungkinan untuk merasakan kenikmatan seperti dalam surga. Hal tersebut merupakan suatu siksa yang pedih dan sangat menghinakan.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar aturan-aturan-Nya, maka akan dimasukkan-Nya) ada dua versi dengan memakai ya dan ada pula dengan memakai nun (ke dalam api neraka, kekal ia di dalamnya dan baginya) di dalamnya (siksa yang menghinakan) di samping menciutkan hati. Pada kedua ayat terdapat lafal man sedangkan pada khaalidiina makna atau artinya.
««•»»
But whoever disobeys God, and His Messenger; and transgresses His bounds, him He will admit ([read] in both ways [as above, yudkhilhu and nudkhilhu]) to a Fire, abiding therein, and for him, in it, there shall be a humbling chastisement, one of humiliation. (In both [of the last] verses, the [singular] person [of the suffixed pronouns and the verbs] accords with the [singular] form of [the particle] man, ‘whoever’, while [the plural person in] khālidīn, ‘abiding’, accords with its [general plural] import.)
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 13]•[AYAT 15]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
14of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=14&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:14

Kamis, 19 Februari 2015

[004] An Nisa Ayat 013

««•»»
Surah An Nisaa' 13

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
««•»»
tilka huduudu allaahi waman yuthi'i allaaha warasuulahu yudkhilhu jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru khaalidiina fiihaa wadzaalika alfawzu al'azhiimu
««•»»
 (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.
««•»»
These are Allah’s bounds, and whoever obeys Allah and His Apostle, He shall admit him to gardens with streams running in them, to remain in them [forever]. That is the great success.
««•»»

Semua ini merupakan ketentuan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang harus dilaksanakan oleh orang yang bertakwa kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui apa yang lebih bermanfaat untuk manusia dan Maha Penyantun. Dia tidak segera memberi hukuman kepada hamba-Nya yang tidak taat agar ada kesempatan baginya untuk bertobat dan kembali kepada jalan yang diridai Nya. Allah menjelaskan pula bahwa barang siapa yang taat melaksanakan apa yang disyariatkan Nya dan menjauhi apa yang dilarang Nya, kepada mereka akan diberikan kebahagiaan hidup di akhirat berupa surga yang penuh dengan kenikmatan dan mereka akan kekal di dalamnya selamanya. Itulah suatu kesenangan yang tiada taranya bagi manusia yang mengerti.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Itulah) maksudnya hukum-hukum tersebut semenjak urusan anak yatim hingga berikutnya (ketentuan-ketentuan Allah) syariat-syariat yang ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya agar mereka patuhi dan tidak dikhianati. (Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya) mengenai hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu (maka akan dimasukkan-Nya) ada yang membaca nudkhiluhu; artinya Kami masukkan ia, dengan maksud merubah pembicaraan kepada orang pertama (ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar).
««•»»
Those, rulings mentioned with respect to orphans and what followed, are God’s bounds, His laws, which He has delimited for His servants, so that they may act in accordance with them and not infringe them. Whoever obeys God and His Messenger, in what He has ruled, He will admit him (yudkhilhu, or, as a shift [to the first person plural] read nudkhilhu, ‘We will admit him’) to Gardens underneath which rivers flow, abiding therein; that is the great triumph.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 12]•[AYAT 14]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
13of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=13&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:13

[004] An Nisa Ayat 012

««•»»
Surah An Nisa 12

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
««•»»
walakum nishfu maa taraka azwaajukum in lam yakun lahunna waladun fa-in kaana lahunna waladun falakumu alrrubu'u mimmaa tarakna min ba'di washiyyatin yuushiina bihaa aw daynin walahunna alrrubu'u mimmaa taraktum in lam yakun lakum waladun fa-in kaana lakum waladun falahunna altstsumunu mimmaa taraktum min ba'di washiyyatin tuushuuna bihaa aw daynin wa-in kaana rajulun yuuratsu kalaalatan awi imra-atun walahu akhun aw ukhtun falikulli waahidin minhumaa alssudusu fa-in kaanuu aktsara min dzaalika fahum syurakaau fii altstsulutsi min ba'di washiyyatin yuushaa bihaa aw daynin ghayra mudaarrin washiyyatan mina allaahi waallaahu 'aliimun haliimun
««•»»
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris) {274}. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
{274} Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
««•»»
For you shall be a half of what your wives leave, if they have no children; but if they have children, then for you shall be a fourth of what they leave, after [paying off] any bequest they may have made or any debt [they may have incurred]. And for them [it shall be] a fourth of what you leave, if you have no children; but if you have children, then for them shall be an eighth of what you leave, after [paying off] any bequest you may have made or any debt [you may have incurred]. If a man or woman is inherited by siblings [1] and has a brother or a sister, then each of them shall receive a sixth; but if they are more than that, then they shall share in one third, after [paying off] any bequest he may have made or any debt [he may have incurred] without prejudice. [2] [This is] an enjoinment from Allah, and Allah is all-knowing, all-forbearing.
[1] Kalālah means the siblings of a deceased person without a first-degree heir. See verse 4:176 below.
[2] That is, the will should not encroach on the rights of the heirs, for instance by acknowledging a nonexistent debt.
««•»»

Allah melanjutkan lagi perincian pembagian hak waris untuk suami atau istri yang ditinggal mati. Suami yang mati istrinya jika tidak ada anak maka ia mendapat 1/2 dari harta, tetapi bila ada anak, ia mendapat 1/4 dari harta warisan.. ini juga baru diberikan setelah lebih dahulu diselesaikan wasiat atau hutang almarhum. Adapun istri apabila mati suaminya dan tidak meninggalkan anak maka ia mendapat 1/4 dari harta, tetapi bila ada anak, istri mendapat 1/8. Lalu diingatkan Allah bahwa hak tersebut baru diberikan setelah menyelesaikan urusan wasiat dan hutangnya.

Kemudian Allah menjelaskan lagi bahwa apabila seseorang meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan bapak maupun anak, tapi hanya meninggalkan saudara laki-laki atau wanita yang seibu Saja maka masing-masing saudara seibu itu apabila seorang diri bagiannya adalah 1/6 dari harta warisan dan apabila lebih dari seorang, mereka mendapat 1/3 dan kemudian dibagi rata di antara mereka.

Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Allah menerangkan juga bahwa ini dilaksanakan setelah menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan wasiat dan hutang almarhum. Allah memperingatkan agar wasiat itu hendaklah tidak memberi mudarat kepada ahli waris. Umpama seorang berwasiat semata-mata agar harta warisannya berkurang atau berwasiat lebih dari 1/3 hartanya. Ini semua memberi kerugian bagi para ahli waris.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan bagi kamu, suami-suami, seperdua dari harta peninggalan istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak) baik dari kamu maupun dari bekas suaminya dulu. (Tetapi jika mereka mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta peninggalan, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang mereka buat atau dibayarnya utang mereka.)

Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Dan bagi mereka) artinya para istri itu baik mereka berbilang atau tidak (seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak; dan jika kamu mempunyai anak) baik dari istrimu itu maupun dari bekas istrimu (maka bagi mereka seperdelapan dari harta peninggalanmu, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang kamu buat atau dibayarnya utangmu).

Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Jika seorang laki-laki yang diwarisi itu) menjadi sifat, sedangkan khabarnya: (kalalah) artinya tidak meninggalkan bapak dan tidak pula anak (atau perempuan) yang mewaris secara kalalah (tetapi ia mempunyai) maksudnya yang diwarisi itu (seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan) maksudnya yang seibu, dan jelas-jelas dibaca oleh Ibnu Masud dan lain-lain (maka masing-masing jenis saudara itu memperoleh seperenam) harta peninggalan.

(Tetapi jika mereka itu) maksudnya saudara-saudara yang seibu itu, baik laki-laki maupun perempuan (lebih daripada itu) maksudnya lebih dari seorang (maka mereka berserikat dalam sepertiga harta) dengan bagian yang sama antara laki-laki dan perempuan (sesudah dipenuhinya wasiat yang dibuatnya atau dibayarnya utangnya tanpa memberi mudarat) menjadi hal dari dhamir yang terdapat pada yuushaa; artinya tidak menyebabkan adanya kesusahan bagi para ahli waris, misalnya dengan berwasiat lebih dari sepertiga harta (sebagai amanat) atau pesan, dan merupakan mashdar yang mengukuhkan dari yuushiikum (dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui) faraid atau tata cara pembagian pusaka yang diatur-Nya buat makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman terhadap orang-orang yang melanggarnya.

Kemudian mengenai pembagian pusaka terhadap ahli-ahli waris tersebut yang mengandung keraguan dengan adanya halangan seperti pembunuhan atau perbedaan agama dan menjadi murtad, maka penjelasannya diserahkan pada sunah.

««•»»
And for you a half of what your wives leave, if they have no children, from you or from another; but if they have children, then for you a fourth of what they leave, after any bequest they may bequeath, or any debt: the consensus is that the grandchild in this case is like the child. And for them, the wives, whether one or more, a fourth of what you leave, if you have no children; but if you have children, from them or from others, then for them an eighth of what you leave, after any bequest you may bequeath, or any debt; again the consensus is that the grandchild is as the child. If it be a man leaving an inheritance (yūrathu, ‘being inherited from’, is an adjectival qualification, the predicate of which is [the following kalālatan, ‘without direct heir’]) and not having a direct heir, that is, [having] neither a parent nor child, or it be a woman, leaving an inheritance and having no direct heir, but it be that such, a man leaving an inheritance with no direct heir, has a brother or a sister, from the same mother, as read by Ibn Mas‘ūd and others, then to each of the two a sixth, of what he leaves; but if they, the siblings from the same mother, be more than that, that is, [more] than one, then they share a third, the male and female equally, after any bequest to be bequeathed or any debt without prejudice (ghayra mudārrin, is a circumstantial qualifier referring to the person governing [the verb] yūsā, ‘to be bequeathed’) in other words, without causing any prejudice to the inheritors by bequeathing more than the third); a charge (wasiyyatan, a verbal noun reaffirming [the import of] yūsīkum, ‘He charges you’ [of the beginning of the previous verse]) from God. God is Knowing, of the obligations which He has ordained for His creatures, Forbearing, in deferring the punishment of those that disobey Him. The Sunna specifies that the individuals mentioned may receive the relevant inheritance provided that they are not barred from it on account of their having committed murder, or [their belonging to] a different religion or being slaves.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 11]•[AYAT 13]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
12of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=12&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:12

[004] An Nisa Ayat 011

««•»»
Surah An Nisa 11

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
««•»»
yuushiikumu allaahu fii awlaadikum lildzdzakari mitslu hazhzhi aluntsayayni fa-in kunna nisaa-an fawqa itsnatayni falahunna tsulutsaa maa taraka wa-in kaanat waahidatan falahaa alnnishfu wali-abawayhi likulli waahidin minhumaa alssudusu mimmaa taraka in kaana lahu waladun fa-in lam yakun lahu waladun wawaritsahu abawaahu fali-ummihi altstsulutsu fa-in kaana lahu ikhwatun fali-ummihi alssudusu min ba'di washiyyatin yuushii bihaa aw daynin aabaaukum wa-abnaaukum laa tadruuna ayyuhum aqrabu lakum naf'an fariidhatan mina allaahi inna allaaha kaana 'aliiman hakiimaan
««•»»
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan {272}; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua {273}, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak- anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
{272} Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
{273} Lebih dari dua Maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.
««•»»
Allah enjoins you concerning your children: for the male shall be the like of the share of two females, and if there be [two or] more than two females, then for them shall be two-thirds of what he [That is, the deceased person.] leaves; but if she be alone, then for her shall be a half; and for each of his parents a sixth of what he leaves, if he has children; but if he has no children, and his parents are his [sole] heirs, then it shall be a third for his mother; but if he has brothers, then a sixth for his mother, after [paying off] any bequest he may have made or any debt [he may have incurred]. Your parents and your children —you do not know which of them is likelier to be beneficial for you. This is an ordinance from Allah. Indeed Allah is all-knowing, all-wise.
««•»»

Adapun sebab turun ayat ini menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dun Tirmizi dari sahabat Jabir yang artinya Telah datang kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam istri Saad bin Rabi' dan berkata "Wahai Rasulullah ini adalah dua anak perempuan Sa'ad bin Rabi'. Ia telah gugur dalam perang Uhud, seluruh hartanya telah diambil pamannya dan tak ada yang ditinggalkan untuk mereka sedangkan mereka tak dapat nikah bila tidak memiliki harta". Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam berkata, "Allah akan memberikan hukumnya", maka turunlah ayat warisan.

Kemudian Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mendatangi paman kedua anak tersebut dun berkata:
"Berikan dua pertiga dari harta Sa'ad kepada anaknya dan kepada ibunya berikan seperdelapannya sedang sisanya ambillah untuk kamu".

Dalam ayat ini Allah menyampaikan wasiat yang mewajibkan kepada kaum muslimin yang telah mukalaf untuk menyelesaikan harta warisan bagi anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya baik mereka laki-laki atau perempuan.

Apabila ahli waris itu sendiri terdiri dari anak-anak laki-laki dan perempuan maka berikan kepada yang laki-laki dua bagian dan kepada yang perempuan satu bagian. Adapun hikmah anak laki-laki diberikan dua bagian yaitu karena laki-laki memerlukan harta untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan nafkah istrinya serta anaknya, sedang perempuan hanya memerlukan biaya untuk diri sendiri. Adapun apabila ia telah menikah maka kewajiban nafkah itu ditanggung oleh suaminya. Karena itu wajarlah jika ia diberikan satu bagian.

Yang dimaksud anak atau ahli waris lainnya dalam ayat ini adalah secara umum. Kecuali karena ada halangan yang-menyebabkan anak atau ahli waris lainnya tidak mendapat hak warisan. Adapun yang dapat menghalangi seseorang menerima hak warisannya adalah:
  1. Berlainan agama, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam yang berbunyi: لا يتوارث أهل ملتين artinya: "Tidak ada waris mewarisi antara orang-orang yang berlainan agama" (H.R. Ibnu Majah)
  2. Membunuh pewaris. ini berdasarkan hadis dan ijmak.
  3. Bila ahli waris menjadi hamba sahaya.
  4. Harta peninggalan para nabi tidak boleh dibagi-bagi sebagai warisan.

Selanjutnya ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila seorang wafat hanya mempunyai anak perempuan yang jumlahnya lebih dan dua orang dan tidak ada anak laki-laki, maka mereka keseluruhannya mendapat dua pertiga dari jumlah harta, lalu dibagi rata di antara mereka masing-masing. Akan tetapi apabila yang ditinggalkan itu anak perempuan hanya seorang diri maka ia mendapat seperdua dari jumlah harta warisan. Sisa harta yang sepertiga (kalau hanya meninggalkan dua anak perempuan) atau yang seperdua. (bagi yang meninggalkan hanya seorang anak perempuan) dibagikan kepada ahli waris yang lain sesuai dengan ketentuan masing-masing.

Perlu ditambahkan di sini bahwa menurut bunyi ayat, anak perempuan mendapat 2/3 apabila jumlahnya lebih dari dua atau dengan kata lain mulai dari 3 ke atas. Tidak disebutkan berapa bagian apabila anak perempuan tersebut hanya dua orang. Menurut pendapat Jumhur Ulama bahwa mereka dimasukkan pada jumlah tiga ke atas mendapat 2/3 dari harta warisan. Dari perincian tersebut di atas diketahuilah bahwa anak perempuan tidak pernah menghabiskan semua harta. Paling banyak hanya memperoleh 1/2 dari jumlah harta. Berbeda dengan anak laki-laki, apabila tidak ada waris yang lain dan ia hanya seorang diri, maka ia mengambil semua harta warisan. Dan apabila anak laki-laki lebih dari seorang maka dibagi rata di antara mereka.

Tentang hikmah dan perbedaan ini telah diterangkan di atas. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan pula tentang hak kedua orang tua. Apabila seorang meninggal dunia dan ia meninggalkan anak baik laki-laki maupun perempuan, maka masing-masing orang tua yaitu ibu dan bapak mendapat 1/6 dari jumlah harta. Sebaliknya apabila ia tidak meninggalkan anak, maka ibu mendapat 1/3 dari jumlah harta dan sisanya diberikan kepada bapak Apabila yang meninggal itu selain meninggalkan ibu-bapak ada pula saudara-saudaranya yang lain, laki-laki atau perempuan yaitu dua ke atas menurut Jumhur maka ibu mendapat 1/6 dan bapak mendapat sisanya Setelah Allah menerangkan jumlah pembagian untuk anak, ibu dan bapak, diterangkan lagi bahwa pembagian tersebut barulah dilaksanakan setelah lebih dahulu diselesaikan urusan wasiat dan hutangnya. Walaupun dalam ayat Allah mendahulukan penyebutan wasiat dari hutang namun dalam pelaksanaannya menurut Sunah Rasul hendaklah didahulukan pembayaran hutang.

Di antara orang tua dan anak, kamu tidak mengetahui mana yang lebih dekat atau yang lebih memberi manfaat bagi kamu. Oleh karena itu janganlah kamu membagi harta warisan sebagaimana yang dilakukan oleh orang jahiliah yang memberikan hak warisan hanya kepada orang yang dianggap dapat ikut perang akan membela keluarganya dan tidak memberikan hak warisan sama sekali bagi anak kecil kaum wanita. Ikutilah apa yang ditentukan Allah karena Dialah yang lebih tahu mana yang bermanfaat untuk kamu baik di dunia maupun di akhirat Hukum warisan tersebut adalah suatu ketentuan dari Allah yang wajib dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ketahuilah bahwa Allah Mengetahui segala Sesuatu dan apa yang ditentukannya mestilah mengandung manfaat untuk kemaslahatan manusia.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Allah mewasiatkan atau menitahkan padamu mengenai anak-anakmu) dengan apa yang akan disebutkan ini: (yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan) di antara mereka. Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang lelaki seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika yang ditemui itu hanya seorang anak lelaki dan seorang perempuan, maka bagi yang perempuan itu hanya sepertiga sementara bagi yang laki-laki dua pertiga.

Dan sekiranya yang laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta (jika mereka) maksudnya anak-anak itu (hanya perempuan) saja (lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga harta yang ditinggalkan) mayat; demikian pula jika jumlah mereka dua orang karena mereka itu dua bersaudara yang tercakup dalam firman Allah swt., "... maka bagi mereka dua pertiga dari harta peninggalan," mereka lebih utama apalagi mengingat bahwa seorang anak perempuan berhak sepertiga harta jika bersama seorang anak laki-laki sehingga dengan demikian jika dia bersama seorang anak perempuan lebih utama lagi dan lebih didahulukan dari hubungan apa pun.

Ada pula yang mengatakan bahwa demikian itu ialah untuk menghilangkan dugaan bertambahnya bagian dengan bertambahnya bilangan, yakni tatkala timbul pengertian bahwa dengan diberikannya sepertiga bagian untuk seorang anak perempuan jika ia bersama seorang anak laki-laki, maka dua orang anak perempuan beroleh dua pertiga bagian.

(Jika dia) maksudnya anak perempuan itu (seorang saja) menurut qiraat dengan baris di depan sehingga kaana dianggap sebagai tam dan bukan naqish. (maka ia memperoleh seperdua harta sedangkan untuk kedua orang tuanya) maksudnya orang tua mayat yang di sini diberi badal dengan (bagi masing-masing mereka seperenam dari harta pusaka; yakni jika si mayat itu mempunyai anak) baik laki-laki maupun wanita.

Ditekankannya badal ialah untuk menyatakan bahwa kedua orang tua itu tidaklah berserikat padanya. Dan terhadap adanya anak dianggap adanya cucu, begitu pula terhadap adanya bapak adanya kakek.

(Jika si mayat tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya) saja atau bersama istrinya (maka bagi ibunya) dapat dibaca li-ummihi dengan hamzah baris di depan dan boleh pula limmihi dengan hamzah baris di bawah untuk meringankan bertemunya dhammah dan kasrah pada dua tempat yang berdekatan (sepertiga) maksudnya sepertiga dari harta yang telah dibagikan kepada pihak istri, sedangkan sisanya buat bapak.

(Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara) maksudnya dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan (maka bagi ibunya seperenam) sedangkan sisanya untuk bapaknya, sementara saudara-saudaranya itu tidak beroleh bagian apa-apa.

Dan pembagian warisan seperti tersebut di atas itu ialah (setelah) dilaksanakannya (wasiat yang dibuatnya) dibaca yuushii atau yuushaa dalam bentuk aktif atau pun pasif (atau) dibayarnya (utangnya). Dan disebutkannya lebih dulu pemenuhan wasiat daripada pembayaran utang, walaupun pelaksanaannya dibelakangkan ialah dengan maksud untuk tidak mengabaikannya.

(Mengenai orang tuamu dan anak-anakmu) menjadi mubtada sedangkan khabarnya ialah: (tidaklah kamu ketahui manakah yang lebih dekat kepadamu manfaatnya) di dunia dan di akhirat. Ada orang yang mengira bahwa putranyalah yang lebih banyak kegunaannya kepadanya, lalu diberinya harta warisan sehingga dengan demikian ternyatalah bahwa bapaklah yang lebih bermanfaat bagi manusia, demikian sebaliknya.

Maka yang mengetahui soal itu hanyalah Allah swt. dan itulah sebabnya diwajibkan-Nya pembagian pusaka. (Ini adalah ketetapan dari Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) tentang peraturan-peraturan yang diberikan-Nya kepada mereka; artinya Dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu.

««•»»
God charges you, He commands you, concerning, the matter of, your children, with what He will mention: to the male, of them, the equivalent of the portion, the lot, of two females, if there are two [women] with him, so that half the property is his, and the other half is theirs; if there is only one female with him, then she has a third, and he receives two thirds; if he is the only one, he takes it all; and if they, the offspring, be, only, women more than two, then for them two-thirds of what he, the deceased, leaves; likewise if they be two women, since in the case of two sisters, more deserving of such a share, God says, They shall receive two-thirds of what he leaves [Q. 4:176]; and since a female is entitled to a third with a male, she is all the more deserving [of the same share] with a female. It is said that fawq, ‘more than’, introduces a relative clause; it is also said to guard against the wrong impression that the greater the number [of females] the greater the portion [they are entitled to], since, it is [mistakenly] thought that the entitlement of two females to two-thirds derives from the fact that a female is entitled to one third when with a male; but if she, the daughter, be one (wāhidatan, is also read wāhidatun, making the kāna [construction] syntactically complete) then to her a half; and to his parents, the deceased’s, to each one of the two (li-kulli wāhidin minhumā, substitutes for the previous li-abawayhi, ‘to his parents’) the sixth of what he leaves, if he has a child, male or female: the point of the substitution is to show that they do not share the sixth [but receive one each]. [The term] ‘child’ (walad) also applies to a grandchild, and likewise ‘parent’ (abb) to a grandparent; but if he has no child, and his heirs are his parents, alone or along with a spouse, then to his mother (read li-ummihi; also read, in both places [here and further down], li-immihi in order to avoid the cumbersome transition from a damma [‘u’] to a kasra [‘I’]) a third, of the property, or what remains after the spouse, the rest being for the father; or, if he has siblings, two or more, males or females, to his mother a sixth, and the rest for the father, and nothing for the siblings.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

klik ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Imam yang enam mengetengahkan dari Jabir bin Abdullah, katanya, "Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersama Abu Bakar menjenguk saya di perkampungan Salamah dengan berjalan kaki. Didapatinya saya dalam keadaan tidak sadar lalu dimintanya air kemudian berwudu dan setelah itu dipercikkannya air kepada saya hingga saya siuman, lalu tanya saya, 'Apa seharusnya yang saya perbuat menurut Anda tentang harta saya?'

Maka turunlah, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bahwa bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.'" Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Hakim mengetengahkan dari Jabir, katanya, "Istri Saad bin Rabi' datang kepada Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam, katanya, 'Wahai Rasulullah! Kedua putri ini adalah anak Saad bin Rabi' yang ayahnya gugur di Uhud sebagai syahid sewaktu bersama Anda; paman mereka mengambil hartanya dan tidak meninggalkan sedikit pun bagi mereka, sedangkan mereka itu tidak dapat kawin kecuali dengan adanya harta.' Maka jawab Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam, 'Allah memutuskan tentang masalah itu.'

Maka turunlah ayat tentang pembagian harta pusaka." Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Ini menjadi pegangan bagi orang yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan mengenai kisah Ibnu Saad dan bukan tentang kisah Jabir, apalagi Jabir sendiri waktu itu belum punya anak." Kata Ibnu Hajar lagi, "Jawaban kita, bahwa ayat itu turun mengenai kedua peristiwa sekaligus, dan mungkin pada mulanya turun tentang kisah kedua anak perempuan itu, dan akhirnya yaitu kalimat yang berbunyi, 'Dan jika seorang laki-laki yang diwarisi itu tanpa anak atau bapak,' pada kisah Jabir hingga yang dimaksud oleh Jabir dengan ucapannya: Maka turunlah ayat, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu....' (Q.S. An-Nisa 11) artinya disebutkannya kalalah yang berhubungan dengan ayat ini." Sebab ketiga yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Assaddiy, katanya, "Penduduk Madinah tidaklah menjadikan wanita-wanita dan anak-anak yang masih lemah sebagai ahli waris dan tidak pula memperbolehkan seorang laki-laki dewasa mewarisi anaknya, kecuali siapa yang kuat berperang.

Kebetulan wafatlah Abdurrahman saudara si penyair Hissan dengan meninggalkan seorang istri yang bernama Umu Kahah beserta lima orang anak perempuan. Ahli-ahli waris pun mengambil hartanya hingga Umu Kahah datang kepada Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mengadukan halnya. Maka Allah pun menurunkan ayat ini, 'Sekiranya mereka terdiri dari wanita-wanita lebih dari dua orang, maka mereka mendapat dua pertiga harta...' lalu sabdanya mengenai Ummu Kahah, 'Dan bagi mereka seperempat dari harta peninggalanmu jika mereka tidak mempunyai anak, sedangkan jika kamu mempunyai anak, maka bagi mereka itu seperdelapan.'"
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 10]•[AYAT 12]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
11of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=11&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:11

Sabtu, 14 Februari 2015

[004] An Nisa Ayat 010


««•»»
Surah An Nisa 10

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
««•»»
inna alladziina ya/kuluuna amwaala alyataamaa zhulman innamaa ya/kuluuna fii buthuunihim naaran wasayashlawna sa'iiraan
««•»»
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
««•»»
Indeed those who consume the property of orphans wrongfully, only ingest fire into their bellies, and soon they will enter the Blaze.
««•»»

Sekali lagi Allah memberi ancaman terhadap orang yang tidak berlaku adil dan berlaku lalim terhadap anak yatim yang ada dalam asuhan mereka. Allah mengancam siapa yang ikut memakan harta anak yatim secara lalim yakni tidak mengindahkan peraturan yang telah ditetapkan Allah, mereka seakan-anak memenuhi perut mereka dengan api. Dan pada hari akhirat nanti mereka akan dimasukkan dan diazab di dalam neraka yang bahan-bahannya terdiri dari manusia, dan batu-batu.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara aniaya) maksudnya tanpa hak (bahwasanya mereka menelan api sepenuh perut mereka) karena harta itu akan berubah di akhirat nanti menjadi api (dan mereka akan masuk) dalam bentuk kalimat aktif atau pun pasif (api yang bernyala-nyala) yakni api neraka yang menyebabkan mereka terbakar hangus.
««•»»
Those who consume the property of orphans unjustly, without any right, are only consuming, the whole of it as, fire in their bellies, because that is where such [action] leads, and they shall be exposed to (read active yaslawna, or passive yuslawna), that is, they shall enter, a blaze, an intense fire, in which they shall burn.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 9]•[AYAT 11]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
10of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=10&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:10

Kamis, 12 Februari 2015

[004] An Nisa Ayat 009

««•»»
Surah An Nisa 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
««•»»
walyakhsya alladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu allaaha walyaquuluu qawlan sadiidaan
««•»»
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
««•»»
Let those fear [the result of mistreating orphans] who, were they to leave behind weak offspring, would be concerned on their account. So let them be wary of Allah, and let them speak upright words.
««•»»

Selanjutnya Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari.

Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita
««•»»
And let them fear, let them be concerned for the orphans, those who, if they, are about to, leave behind them, that is, after their death, weak offspring, young children, would be afraid for them; that they be ruined; let them fear God, in the matter concerning orphans, and let them give what they would love for their own offspring after their death; and speak, to the one approached by death, pertinent words, the right [words], by enjoining him to give as voluntary almsgiving no more than the third [of the inheritance], and leave the remainder for the ones inheriting, so that they do not end up as dependants.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 8]•[AYAT 10]•
•[KEMBALI]•

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
9of176
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=9&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#4:9